HUMBEDE.COM – Orang tua, berhentilah sering memarahi anak Anda! Ini adalah hal yang sangat penting diperhatikan karena menyangkut bagaimana anak Anda dapat tumbuh dan berkembang dengan baik untuk masa depannya.
Kadang kala sebagai orang tua, kita sepertinya akan kesulitan untuk menahan rasa marah pada anak, terlebih jika mereka sudah rewel dengan berbagai permintaan ini itu, atau misalnya mereka selalu saja berisik saat bermain sementara kita sedang lelah dan ingin istirahat.
Itulah tantangan bagi kita, para orang tua; menahan diri untuk tidak sering marah-marah kepada anak. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bagaimana pengaruh penting setiap “kelakukan orang tua” terhadap anak-anak mereka. Masa anak-anak adalah masa yang penuh dengan perkembangan dan pertumbuhan.
Adalah Lise Eliot, PhD, seorang Neuroscientist di Chicago Medical School dalam bukunya What’s Going On in There? How the Brain and Mind Develop in The First Five Years of Life, yang menceritakan sebuah fakta yang begitu mencengangkan. Ia melakukan penelitian perkembangan otak terhadap bayinya sendiri.
Lise memasang seperangkat alat khusus di kepala bayinya yang masih berusia 9 minggu. Alat itu dihubungkan dengan kabel-kabel komputer agar dia bisa melihat pertumbuhan sel otak anaknya melalui layar monitor.
Saat bayinya bangun, dia memberikannya ASI. Ketika bayinya minum ASI, Lise melihat gambar-gambar sel otak anaknya di layar monitor sedang membentuk rangkaian yang indah. Nah, ketika sedang asyik menyusui, tiba-tiba bayi Lise menendang kabel komputer. Si ibu sontak kaget dan berteriak, “No!”.
Ternyata teriakan si ibu membuat bayinya kaget. Saat itu juga, Lise melihat gambar sel otak anaknya di layar monitor terus menggelembung seperti balon, semakin membesar dan akhirnya pecah. Selanjutnya, terjadi perubahan warna yang menandai kerusakan sel.
“Mungkin kesedihan ini hanya saya yang menanggungnya. Sebagai ibu dan sekaligus sebagai scientist, saya menyaksikan otak anak saya hancur oleh teriakan saya sendiri, ibunya,” kesal Lise.
Apa yang dilakukan oleh Lise Eliot telah membuktikan kepada kita semua betapa emosi yang tidak terkontrol akan berdampak negatif pada perkembangan otak anak-anak kita.
Tak bisa dipungkiri setiap orang tua pasti ingin memiliki anak yang cerdas. Sementara faktanya, anak yang cerdas adalah yang memiliki banyak sambungan antara sel otak yang satu dengan sel otak lainnya, bukan yang sel-sel otaknya terputus dan berantakan akibat sering kena marah orang tuanya!
Meskipun ketika dilahirkan memiliki milyaran sel otak, jika setiap detik, menit, jam dan hari-hari yang dilalui seorang anak selalu dipenuhi dengan pelototan, teriakan, apalagi ditambah amarah, sungguh tak terbayangkan berapa jumlah sel otaknya yang akan mati akibat perlakukan buruk yang diterimanya.
Kematian sel-sel otak hanyalah satu dari sekian banyak dampak negatif bagi anak yang sering dimarahi orang-orang di lingkungannya, terutama orang tuanya sendiri. Selain itu, ada juga dampak negatif secara psikologis, seperti penurunan kepercayaan diri, depresi atau pun trauma.
Menurut play terapist, Dra Mayke S Tedjasaputra Msi, keseringan memarahi anak di usia tumbuh kembang bisa berdampak pada dua hal. Pertama bisa menyebabkan anak menjadi pasif karena akan selalu memilih lebih baik diam daripada dimarahi, dan kedua bisa membuat anak malah memberikan respon melawan.
Anak-anak yang sering kena marah cenderung akan berpikir bahwa penyebab dia dimarahi adalah karena melakukan kesalahan. Semakin sering anak dimarahi, maka semakin kuat opini pada diri anak bahwa semua tindakannya adalah salah. Ujung-ujungnya, anak akan kehilangan kepercayaan pada diri sendiri, takut melakukan hal-hal baru dan sebagainya.
Selain itu, tekanan mental atau depresi, bisa saja terjadi pada anak yang sering sekali dimarahi. Anak akan menjadi pemurung, jarang tertawa dan kurang bahagia. Malah, pada beberapa kasus, anak akan cenderung pemarah dan gemar melakukan tindakan kekerasan, baik secara fisik ataupun verbal. Hal ini akan terjadi hingga masa dewasanya kelak.
Anak juga bisa mengalami trauma jika keseringan kena marah, apalagi jika kekerasan verbal yang terjadi disertai dengan pemberian julukan (labelling) yang kasar atau tidak pantas seperti “anak nakal”, “anak bodoh”, “anak tidak berguna”, “anak kurang ajar” dan julukan-julukan negatif sebagainya. Trauma menyebabkan anak akan kehilangan inisiatif untuk mengatasi setiap permasalahan yang dihadapinya.
Sebuah penelitian lain yang dipimpin oleh Dr Ming-Te Wang dari University of Pittsburgh, diterbitkan dalam jurnal Child Development, mendapatkan kesimpulan bahwa mendisiplinkan anak melalui kata-kata juga bisa memengaruhi pertumbuhan mereka. Meskipun orang tua dekat dengan anak, ucapan yang kasar dan teriakan yang dilontarkan bisa meningkatkan risiko depresi dan perilaku buruk pada anak.
[Penting: Metode Hypnoparenting – Cara Merubah Kebiasaan Buruk Anak]
Berteriak justru sama buruk dan kejamnya seperti memukul anak. Perlakuan tersebut bisa membuat anak semakin berperilaku buruk dan bisa mengalami masalah emosional seperti depresi dan trauma.
Sungguh sulit membayangkan seorang anak di masa-masa kecilnya sudah kehilangan kepercayaan diri, mengalami depresi atau trauma, akibat ulah orang tuanya sendiri! Karena itu, mulai saat ini berhentilah selalu marah-marah pada anak Anda!
Mari selamatkan masa depan mereka dengan memberikannya lingkungan yang mendukung penuh perkembangan otak mereka, sehingga mereka bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas sesuai harapan kita.
Dunia anak-anak adalah dunia mereka sendiri, dunia yang (seharusnya) penuh dengan permainan, canda, tawa, kesalahan dan perbuatan yang selalu mereka ulang-ulang. Dan, kita para orang tua, juga pernah mengalaminya!