Mengapa Madu Pantang Bagi Bayi Usia Setahun Kurang?

Khasiat madu telah banyak diketahui. Mulai dari pereda batuk, penangkal demam, sampai terindikasi sebagai penguat kekebalan tubuh. Banyak pula yang menyarankan konsumsinya secara rutin.

Di samping khasiatnya, madu termasuk makanan bergizi yang mengandung vitamin dan kaya mineral. Sebut saja vitamin C, thiamin, riboflavin, niacin, folate, pantothenic acid, choline,dan betaine.

Untuk mineral tak kalah beragamnya, meliputi kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, kalium, sodium, zinc, tembaga, mangan, selenium, dan fluoride. Ditambah lagi kandungan anti oksidan yang mampu menangkal radikal bebas.

manfaat madu

Kaya nutrisi, bukan? Wajar bila akhirnya amat disarankan konsumsinya bagi orang dewasa dan anak-anak.

Lalu, bagaimana halnya dengan bayi? Bukankah madu merupakan bahan alami yang kaya nutrisi? Bolehkah bayi mengonsumsi madu sampai setiap hari?

Terkait hal ini, telah beredar luas pantangan memberi madu pada bayi di bawah usia satu tahun. Bahkan di Amerika Serikat dan Britania Raya, anjuran itu banyak tercantum di label kemasan madu.

Mengapa sampai sedemikian? Apakah yang menjadi penyebabnya? Untuk mengetahui hal tersebut, kita perlu mundur ke tahun 70-an.

DAFTAR ISI

Catatan Pertama Floppy Baby Syndrom

Pada tahun 1976, di negara bagian California, Amerika Serikat, seorang ibu dilanda kecemasan hebat. Bayinya tengah sakit. Seperti semua ibu, sakit yang menimpa bayi mungilnya bukanlah perkara remeh.

Termasuk yang satu ini. Putranya menampakkan gejala mengkhawatirkan. Usianya belum genap setahun, sedang terkulai lemas dan terlihat pasif, bahkan untuk ukuran motorik bayi yang terbatas sekalipun.

Tangisnya lemah tak beraturan, tak ada nafsu mengonsumsi ASI, dan tanda-tanda kurangnya kendali bagian kepala.

Bukan flu yang menimpanya, bukan pula demam, belum lagi si bayi kecil ini menampakkan gejala sembelit.

Belakangan, kecemasan sang ibu terbukti beralasan, sebab bayi lainnya dengan gejala serupa dilaporkan sampai mengalami kematian mendadak.

Tak tahu apa yang menimpa putranya, ia segera melaporkan perihal gejala ini kepada tenaga medis. Dan sejak saat itu, tercatat laporan pertama gejala infant botulism yang pernah dipublikasikan.

Apa Itu Infant Botulism?

Yang dimaksud dengan infant botulism, diawali tatkala seorang bayi tanpa sengaja menelan spora botulism di saat usus besarnya masih rentan terhadap perkembangbiakan spora, apalagi produksi racun. Spora botulism ini bisa berasal dari mana saja, dari debu, tanah, atau mencemari makanan seperti madu.

Spora Clostridium botulinum yang bersifat dorman (non aktif), dapat bertahan dalam kondisi ekstrim seperti suhu yang tinggi (di atas 100 derajat Celcius) yang memungkinkan mereka lolos selama proses mematangkan makanan.

Meski begitu, racun yang dihasilkan oleh spora ini bersifat labil dan mudah dihancurkan pada suhu di atas 80 derajat Celcius. Infant botulism terjadi saat spora C. botulinum tertelan dan berkembangbiak dalam sistem pencernaan bayi yang masih rentan, menghasilkan racun yang membahayakan syaraf.Sembelit seringkali menjadi gejala yang pertama nampak. 18-36 jam pasca pencernaan makanan tercemar, mulai nampak gejala gangguan motorik dan syaraf yang bersifat simetris dan menurun.

Seiring waktu, bayi nampak lesu, kurang makan, otot melemah, yang bila dibiarkan dapat berakibat fatal.

Infant Botulism dan Awal Pantangan Madu bagi Bayi

Seperti halnya bayi dari California, infant botulism dilaporkan terjadi pada beberapa bayi lainnya berusia 3 hingga 14 bulan.

Sejak laporan pertama itu, tercatat sejumlah 1442 kasus yang dilaporkan kepada Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat terjadi selama rentang waktu 20 tahun.

Investigasi pun segera dilakukan, dan akhirnya teridentifikasi entitas klinis yang sama sekali baru yang berasal dari kolonisasi usus dan produksi racun dari Clostridium botulinum. Sejenis bakteri yang menghasilkan racun pada kondisi rendah oksigen. Selama investigasi itu, ditemukan satu-satunya item makanan dimana organisme C. botulinum dapat diisolasi yakni pada madu.

Sebuah studi lanjutan dilakukan oleh California Department of Health Service, sebagaimana dipublikasikan Journal of Clinical Microbiology, pada Februari 1979.

Dalam studi tersebut, 9 dari 90 sampel madu yang diuji positif mengandung C. botulinum, dimana 6 di antaranya telah termakan oleh bayi yang terjangkit infant botulism.

Pro Kontra Madu sebagai Sumber Infant Botulism

Dalam Modern Alternative Mama, Senin (22/07/2013) , Kate Tietje, menekankan bahwa infant botulism yang dikaitkan dengan madu tak pernah tercatat sebelum tahun 1976.

Di negara Eropa sendiri tidak pernah ada laporan hingga awal tahun 90-an. Terdapat rata-rata 1 kasus per tahun di Eropa, sementara di Amerika mencapai 75 per tahun (data di A.S. mencakup keseluruhan kasus infant botulism, di mana sekitar 20 atau kurang saja yang terkait dengan madu).

Kebanyakan kasus terjadi pada bayi usia 3 bulan, namun juga dilaporkan terjadi pada bayi usia 1 minggu hingga 14 bulan.

Sumber Infeksi Belum Jelas

Menariknya, kebanyakan kasus terjadi pada bayi dalam keluarga cukup sejahtera, dengan ibu berpendidikan yang sehat dan cenderung menyusui, Di kebanyakan kasus tersebut, sumber infeksi masih belum jelas.

Apa yang berubah di tahun 1976 sehingga menjadikan madu sebagai pantangan bagi bayi usia setahun kurang? Untuk kemudian dicantumkan dalam labelnya tak hanya di A.S. tetapi juga hampir semua kemasan madu di Britania Raya?

Adalah sebuah studi lain yang menyatakan bahwa madu memiliki kemungkinan tinggi tercemar pestisida, herbisida, logam berat, anti biotik, dan zat lainnya.

Masalahnya, berbeda dengan makanan lain, madu tak memiliki regulasi atau standar khusus, termasuk batasan legal yang mengatur kandungannya, termasuk anti biotik.

Madu Kualitas Rendah Rentan Botulinum

Semakin rendah kualitas madu bisa jadi telah membawa keberadaan spora botulinum. Banyak pula madu impor, yang kebanyakan telah disaring dari pollen yang justru merupakan sumber manfaatnya.

Patut diingat pula bahwa sebagian bahkan telah dicampur dan tak lagi murni.

Apakah Madu Berbahaya bagi Bayi?

Lebih lanjut Kate menggarisbawahi bahwa pada studi sebelumnya (9/90 sampel madu tercemar), sampel madu tersebut hanya mengandung spora dalam jumlah yang sangat kecil.

Studi lain menyatakan seluruh madu yang tercemar adalah yang dibawa ke rumah, dimana ia bisa tercemar seiring penggunaannya, seperti bersama peralatan yang tak dibersihkan.

Studi yang sama menyatakan 65 persen dari kasus infant botulism tidak terkait dengan madu.

Bee Watson, penulis The Hive: the story of the honeybee and us dalam The Guardian, Selasa (25/08/2005), mengingatkan:

Terdapat pula sebuah ironi dalam pandangan kita sekarang bahwa madu tak sesuai bagi bayi, mengingat sepanjang sejarah manusia, madu dipandang sebagai makanan yang sesuai bagi bayi yang baru terlahir, setelah susu.

Petunjuk Pemberian Madu bagi Anak

Menarik bagaimana studi di luar negeri memiliki dampak akan pandangan kita dalam mengonsumsi madu. Namun, bisa dimaklumi betapa para orangtua ingin menghindarkan bayinya dari ancaman sekecil apapun.

Petunjuk Pemberian Madu bagi Anak

Setelah semua bahasan tersebut, berikut ini kesimpulan dan petunjuk dalam pemberian madu bagi anak.

1. Kebersihan peralatan

Saat memberi makan kepada bayi, kebersihan peralatan makan sama pentingnya dengan makanan itu sendiri.

2. Bayi di bawah 6 bulan tidak boleh mengonsumsi apapun selain susu

Mengingat belum sempurnanya pencernaan sang bayi pada usia ini, bila ia sampai menerima salah satu dari 10 persen madu yang tercemar tentu akan fatal.

3. Pemberian madu bayi di atas usia 6 bulan

Menurut Kate Tietje, pemberian madu dapat dipertimbangkan apabila mereka telah mulai mengonsumsi makanan padat dan membutuhkan madu sebagai pengobatan, dimana manfaat sedikit madu dari peternakan yang terpercaya bisa melebihi potensi bahayanya.

Semakin bertambah usia bayi dan semakin berkembang kondisi ususnya, maka semakin tidak berbahaya pemberian madu tersebut.

4. Meski memiliki kandungan gula, jangan jadikan madu pengganti makanan anak

Cukup manfaatkan madu sebagai suplemen atau tambahan, yang juga bermanfaat meredakan batuk (sebagaimana dalam beberapa studi, efeknya melebihi dextromethorphan/ pereda batuk dan diphenhydramine/ antihistamin).

5. Bagi Ibu yang hamil atau masih menyusui, tidak apa-apa mengonsumsi madu

Dikutip dari InfantBotulism.org, tidak masalah bagi ibu yang hamil atau sedang menyusui anaknya untuk mengonsumsi madu dikarenakan botulism tidak terhantar melalui ASI.

Bahkan, Infant Botulism Treatment and Prevention Program merekomendasikan untuk terus memberi bayi yang terjangkit botulism dengan ASI untuk membantu pemulihannya.

6. Jika masih was-was, silahkan menunggu usianya mencapai satu tahun

Jika ini kesimpulannya, buat apa repot-repot mengetahuinya panjang lebar?

Menurut Kate, intinya adalah menelusuri darimana asal rekomendasi yang beredar secara umum dan berpikir kritis.

Selain itu, dengan pengetahuan yang Anda peroleh sekarang, Anda tidak lagi ragu memberikan madu sebagai suplemen harian bagi anak-anak yang lebih besar.

**

Mungkin ada sebagian dari pembaca yang memiliki latar belakang medis atau pengalaman memberi madu pada anaknya. Kalau begitu, jangan sungkan membagikan komentarnya biar kita bisa tahu lebih banyak. Jadi, ada komentar?

(foto: sheknows.com, paperpkads.com)