Anak Anda tak suka mengonsumsi sayuran? Dan apapun yang berwarna hijau? Apalagi yang kaya serat, menunya gorengan saja: fried chicken, kentang goreng, chicken nugget, sampai hamburger.
Jika anak Anda terlalu pilih-pilih makan, dan bahkan menganggap apa yang dimakannya sudah cukup sehat, Anda perlu mempertimbangkan kembali temuan riset yang dilansir Science Daily Juni 2013 ini.
Hasilnya cukup mencengangkan, karena ternyata menonton TV terkait dengan konsumsi junk food dalam jumlah yang lebih besar.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan TV komersial dengan TV bebas komersial yang direkam secara digital, beserta media lain tanpa iklan makanan.
Mari kita simak temuan tersebut sebagaimana berikut.
DAFTAR ISI
Kristen Harrison dan Mericarmen Peralta dari University of Michigan, akan menyajikan temuan mereka pada konferensi tahunan ke-63 Asosiasi Komunikasi Internasional di London.
Harrison dan Peralta mewawancarai lebih dari 100 orang tua dengan beragam karakteristk rumah dan keluarga, termasuk paparan media terhadap anak dan orangtua, serta asupan makan anak.
Mereka melakukan wawancara terpisah dengan anak-anak prasekolah untuk mengetahui pendapat anak akan makanan seperti apa yang dibilang sehat. Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana kaitan antara karakteristik keluarga dengan asupan makan anak serta persepsi akan makanan yang sehat.
Menggunakan kecukupan pangan sebagai penanda, Harrison menemukan bahwa kaitan antara junk food dan media teramat kuat pada orang-orang dengan kecukupan pangan, dan hampir nol di antara orang-orang yang rawan pangan. Karena kerawanan pangan dikaitkan dengan pendapatan terbatas, hal tersebut menentukan seberapa banyak orang bisa menghabiskan pengeluran untuk junk food.
Di sisi lain, orang-orang dengan kecukupan pangan dapat menyerah pada keinginannya saat menonton iklan makanan. Orang-orang dalam kategori ini cenderung mengkonsumsi junk food, dan anak-anak mereka memiliki pandangan terdistorsi mengenai apa yang tergolong makanan yang sehat.
Penelitian sebelumnya telah mengaitkan antara kebiasaan anak menonton TV dengan obesitas di masa tersebut, namun belum sampai pada peneltian terhadap tahun-tahun prasekolah (balita). Penelitian lampau juga mengombinasikan TV komersial dengan TV yang direkam secara digital, sehingga tak dapat dibedakan di antara keduanya.
Baru sedikit riset yang meneliti perkembangan ide akan makanan sehat di tahun-tahun prasekolah.
Penelitian Harrison dan Peralta ditujukan untuk mengatasi kurangnya perhatian topik yang kurang dipelajari ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik akan apa yang anak pelajari tentang aktivitas makan itu sendiri sebelum mereka mulai membuat pilihan makanan secara mandiri.
“Meskipun orang tua dan pengasuh lainnya adalah penjaga gerbang asupan makan anak-anak kecil, anak-anak masih belajar tentang makanan sebagaimana kaitannya dengan kesehatan dari keluarga, media, serta sumber-sumber lainnya, dan mungkin menggunakan pengetahuan ini nantinya dalam membentuk keputusan mereka ketika orang tua atau orang dewasa lainnya tak ada untuk mengawasi mereka, “kata Harrison.
Sementara itu studi lainnya dari para peneliti di University of Liverpool telah menemukan bahwa anak-anak yang menonton iklan makanan tak sehat di televisi lebih cenderung ingin mengonsumsi makanan yang tinggi lemak dan berkadar gula tinggi.
Studi yang dijalankan oleh para peneliti dari Institute of Psychology Health and Society dari univeritas tersebut meneliti preferensi makanan dari kelompok yang terdiri dari 281 anak usia 6 sampai 13 tahun dari barat laut Inggris.
Anak-anak ditunjukkan sebuah episode dari kartun yang populer sebelum ditampilkan lagi dua minggu kemudian. Dalam setiap kasus, kartun didahului oleh lima menit iklan, – satu set yang menunjukkan iklan mainan dan satu set yang kebanyakan menampilkan makanan ringan dan makanan cepat saji.
Setiap selesai tiap pemutaran, masing-masing anak diberi daftar berbagai makanan, baik bermerek ataupun tidak, dan ditanyai apa yang mereka ingin makan.
Studi ini menemukan bahwa setelah melihat iklan makanan anak-anak cenderung memilih makanan tak sehat. Semua anak memilih item yang kaya lemak dan karbohidrat dari daftar pilihan makanan yang ada baik bermerek ataupun tidak, dibandingkan dengan apa yang mereka pilih setelah melihat iklan mainan.
Studi ini juga menemukan bahwa anak-anak yang menonton televisi lebih dari 21 jam seminggu (rata-rata 3 jam per hari) lebih mungkin terpengaruh iklan makanan daripada anak-anak yang menonton TV dengan jumlah yang lebih rendah.
Anak-anak ini juga secara signifikan memiliki indeks massa tubuh yang lebih besar daripada mereka yang jarang menonton.
Emma Boyland, dari Laboratorium Universitas Kissileff untuk Studi Perilaku Makan Manusia, mengatakan: “Obesitas pada anak-anak sekarang menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Penelitian kami menyoroti bahwa ada hubungan global antara iklan, preferensi makanan serta konsumsi ini. Hal ini lebih dari sekedar efek merek, meningkatnya pilihan anak terhadap semua makanan tak sehat tidak hanya pada makanan yang ditampilkan dalam iklan.
“Studi ini menunjukkan bahwa anak-anak lebih cenderung mengonsumsi makanan tak sehat jika mereka banyak menonton televisi. Ini menunjukkan bahwa pengurangan waktu menonton televisi bagi anak akan bermanfaat.
Temuan ini juga memiliki implikasi bagi pengaturan iklan makanan di televisi. Saringan acara mesti diperkenalkan sehingga anak tak menyaksikan iklan makanan berlemak, berkadar gula, serta berkadar garam yang tinggi selama menonton acara keluarga yang populer.
(foto: terrificparenting.com)