HUMBEDE.COM – Berurusan dengan efek emosional dari infertilitas adalah kenyataan pahit bagi setiap orang yang ingin memiliki anak. Setelah masa bulan madu berakhir, pasangan yang baru menikah pasti berkeinginan membentuk keluarga kecil mereka sendiri.
Terkadang, suami istri memutuskan untuk menunda kelahiran seorang anak terutama bagi orang tua yang masih berusia 20-an dan masih ingin berkarir sebelum mengurus anak.
Sayangnya, beberapa orang di dunia ini ditakdirkan untuk tidak pernah merasakan bagaimana menjadi orang tua. Biasanya, setelah jangka waktu yang wajar, pasangan dengan sendirinya akan merasa butuh untuk memiliki buah hati, dan jika ternyata mereka belum dikaruniai seorang anak dalam waktu yang terlalu lama, mereka pasti akan memutuskan untuk mencari pengobatan yang tepat.
Perawatan kesuburan telah memberikan keturunan pada banyak pasangan suami istri, tetapi terkadang tidak semua orang berhasil meski telah mengeluarkan segala daya dan upaya.
Seiring waktu, kekecewaan ini bisa memainkan peran yang cukup besar pada pasangan yang mulai menampilkan efek emosional akibat infertilitas. Dan perasaan ini diperparah oleh orang-orang di sekitar mereka yang selalu sibuk untuk mengajukan pertanyaan mengganggu kepada pasangan yang belum memiliki anak.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan beberapa efek emosional dari infertilitas seperti berikut:
DAFTAR ISI
Jika pasangan suami istri tidak sangat terikat, maka mereka akan cenderung untuk saling menyalahkan satu sama lain.
Seringkali, anggota keluarga seperti orang tua dari pasangan juga akan ikut campur dan semakin membuat timbulnya stres dan depresi di antara pasangan tersebut.
Baik suami dan istri akan menyalahkan diri sendiri apabila mereka berada dalam situasi ini. Seorang istri akan selalu merasa yang paling bersalah dalam hal ini, apalagi mengingat persepsi masyarakat terhadap perempuan.
Keadaan ini akan menimbulkan rasa bersalah yang besar pada wanita dan dapat menyebabkan depresi.
Kemampuan untuk memiliki anak dipandang sebagai tanda kejantanan pria. Ketika seorang pria tidak dapat memiliki buah hati, ia akan merasa kehilangan harga diri.
Dalam efek emosional infertilitas, sepasang suami istri akan lebih sering marah karena mereka saling menyalahkan satu sama lain.
Kemarahan ini kemudian dapat diarahkan pada orang-orang yang berada di sekitar mereka, misalnya staf rumah tangga, rekan kerja, teman atau keluarga.
Pria dan wanita memiliki cara yang berbeda untuk mengatasi setiap masalah. Infertilitas dapat membuat sepasang suami istri mengalami perbedaan pendapat yang semakin besar.
Pada satu pihak, seorang istri mungkin ingin berbicara dan diberikan dukungan emosional, tapi sang suami bisa jadi tidak ingin memikirkan masalah tersebut karena sangat menyakitkan.
Seringkali, pasangan mulai menghindari dan mengatur jarak dengan keluarga dan teman-teman mereka, karena mereka tidak mau berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan menyelidik.
Mereka merasa bahwa orang-orang di sekitar mereka tidak bisa mengerti bagaimana perasaan mereka.
Beberapa pasangan, yang tidak mampu untuk memiliki anak, akan selalu merasakan kecemburuan intens bagi para orang tua yang mempunyai anak. Mereka bisa saja menunjukkan perilaku yang tidak begitu baik kepada teman atau kerabat yang memiliki anak.
Sepasang suami istri akan mulai mengatur dan mengurangi waktu untuk berhubungan seksual. Ketika mereka melakukan tindakan bercinta dengan tujuan memiliki anak, akan ada tekanan besar yang terasa sehingga hubungan intim tersebut tidak akan terasa begitu menyenangkan.
Dibutuhkan banyak kematangan dan empati untuk membantu para pasangan mengatasi dampak emosional dari infrtilisasi. Berpikir positif merupakan salah satu Itu adalah cara terbaik untuk menangani efek emosional infertilitas ini.