Mengelola keuangan keluarga memang gampang-gampang susah. Selalu ada variabel yang berubah-ubah di samping belanja bahan makanan, pendidikan anak, listrik, juga air.
Sebut saja kenaikan harga BBM yang berdampak pula pada kenaikan bahan kebutuhan pokok. Tanpa bermaksud membuat Anda semakin tertekan, ada baiknya Anda mengakui bahwa cara Anda mengelola keuangan selama ini mungkin tidak berhasil.
Pendekatan ‘survival’ di antara slip gaji bulan yang satu ke bulan yang lainnya terbukti gagal dan memicu stress.
Bila tidak disebut gagal, maka seharusnya Anda telah siap menghadapi berita kenaikan BBM, bukan? Ini bukan berita baru. Sepuluh tahun terakhir entah berapa kali kita mengalaminya. Dan entah berapa kali lagi kita mesti menghadapi fluktuasi serupa selama 10 tahun mendatang.
Karenanya, untuk menghadapi hal tersebut tanpa bergantung kepada faktor eksternal, saatnya mengelola keuangan keluarga Anda sendiri.
Bisa jadi banyak hal mendasar yang telah lama Anda lupakan, oleh sebab itu pelajari kembali 5 saran mengurangi stress mengatur keuangan keluarga, sebagaimana disarikan dari HowStuffWork.com:
DAFTAR ISI
Ada sebuah studi yang cukup populer di kalangan psikolog, pengamat ekonomi, dan juga pemimpin bisnis. Riset yang dipimpin oleh Sheena Iyengar melakukan percobaan dengan meletakkan selai berkualitas tinggi di atas dua buah meja.
Sebuah meja ditata dengan 6 macam selai berkualitas tinggi di atasnya, sementara meja yang satunya dipenuhi dengan 24 macam selai. Meja pertama yang memiliki pilihan lebih sedikit justru 10 kali lipat lebih berpeluang terjadi pembelian dibandingkan meja dengan 24 pilihan.
Artinya apa? Terlalu banyak pilihan bisa membuat Anda lebih stress.Takut membuat pilihan yang salah sehingga tidak mengambil keputusan sama sekali.Dari pilihan pendidikan anak sampai merek sabun cuci.
Untuk menghadapi yang satu ini, tak perlu khawatir membuat pilihan yang salah, yang terpenting Anda membuat sebuah pilihan: pilihan untuk berkeputusan.
Kemampuan ini penting diterapkan pada kemampuan mengelola keuangan keluarga dikarenakan kita akan banyak menghadapi pilihan dengan sumber daya (baca: uang) yang terbatas, namun keputusan yang harus diambil cukup banyak.
John Caskey, profesor ekonomi Swarthmore College, mewawancarai penduduk dari dua komunitas termiskin di Amerika. Dari wawancara tersebut ia menyimpulkan bahwa, “Pada kebanyakan kasus, orang tidak menabung bukan karena sebenarnya tak bisa, melainkan karena percaya mereka tak sanggup menabung”.
Selalu ada saja ‘kebutuhan mendesak’ yang membuat rekening tabungan rasanya tak mungkin terisi, namun bila berangkat dengan keyakinan tak mungkin sanggup menabung, uang yang tak terpakai pun ujung-ujungnya akan dibelanjakan karena alasan impulsif.
Oleh sebab itu, untuk dapat menabung, orang mesti belajar meyakini bahwa di saat tersulit sekalipun kita bisa menabung (ingat berita pemulung yang berkurban sapi? Atau penjual jamu yang menguliahkan anaknya ke luar negeri?, -pen).
Bersyukur atas apa yang dimiliki dengan belajar memandang secara berbeda segala sesuatu yang biasa Anda lakukan, yang bagi orang lain merupakan sebuah kemewahan. Sementara, di kehidupan nyata, mereka hidup setiap hari menghadapi itu.
Rumah tangga ibarat sebuah bahtera, jika Anda bersikeras mengurusi masalah keuangan sendirian ibarat menggunakan tenaga dan bobot sendiri untuk menuju ke suatu arah ‘pelayaran’. Namun jika Anda melakukannya berdua bersama pasangan Anda, pelayaran menjadi lebih ringan dan mudah.
Namun, seringkali di antara pasangan terdapat perbedaan prioritas. Sebut saja sang ibu menginginkan anaknya masuk ke sebuah sekolah swasta sementara sang ayah menginginkan sang anak untuk homeschooling.
Tanpa adanya titik temu maka pengelolaan keuangan dan prioritas rumah tangga diibaratkan bagai bahtera yang berlayar dalam lingkaran. masing-masing memiliki arahnya sendiri. Tentu yang demikian mengakibatkan stress lainnya dalam mengurus keuangan.
Hal ini dapat dicegah bila masing-masing pasangan menyusun daftar prioritas keuangannya, kemudian saling bertukar dan membahasnya untuk mencari titik temu. Di saat kesamaan prioritas telah tercapai, contohnya: menyisihkan uang jalan-jalan itu penting, pengurangan uang makan di luar perlu dilakukan, dan sebagainya, maka hal tersebut memungkinkan pengelolaan keuangan yang lebih sehat.
Tanpa membuat anggaran yang menjadi batasan, Anda bisa berakhir mengangap semua pengeluaran itu penting. Bahkan untuk hal yang remeh sekalipun. Satu contoh kasus, misalkan satu bagian plafon di dalam rumah mengalami kebocoran, dan untuk memperbaikinya diperlukan biaya yang setara pengeluaran uang belanja snack selama sebulan.
Keluarga yang tidak menetapkan batasan akan mempertahankan uang belanja snack, serta pengeluaran lainnya yang dianggap penting, yang ujung-ujungnya mengorbankan perbaikan rumah. Memang ini contoh ekstrim, namun perhatikan bagaimana seringnya keluarga melakukan itu pada pengeluaran jenis lainnya.
Oleh sebab itu, membuat anggaran merupakan langkah kejujuran finansial. Mengakui seberapa banyak pemasukan Anda, dan seberapa banyak kesanggupan Anda melakukan pengeluaran. Patuhi batasan tersebut dengan membuat jurnal pengeluaran sehingga akan mudah terdeteksi pos pengeluran mana yang paling sering menyedot prioritas keuangan keluarga Anda.
Saat membuat anggaran, biasanya Anda akan menemukan hal-hal mengejutkan yang membuat tak nyaman mengenai situasi keuangan Anda. Untungnya Anda telah belajar untuk mengatasi hambatan mental yang menyebabkan terus-terusan tertekan secara finansial.
Kemampuan tersebut bermanfaat saat menyusun anggaran yang ternyata cukup menantang. Terutama pada bagian memotong pengeluaran, memilih yang mana merupakan prioritas, dan mengakui batas kemampuan finansial Anda.
Saat anggaran menunjukkan waktu panjang tersisa sebelum gajian, maka pemotongan pengeluaran adalah solusinya.
***
Demikian 5 saran mengurangi stress keuangan dalam keluarga. Latihlah terus hingga menjadi kebiasaan, agar kemampuan finansial keluarga terus berkembang.
Yakinlah akan ada jalan keluar, dan jangan jadikan berbelanja sebagai pelampiasan emosional di saat stress, karena kecenderungan yang satu ini nantinya justru akan menambah stress keuangan keluarga Anda.
(foto: theuglycow.net)